CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Jumat, 11 Juli 2008

Belajar dari Semut

Semut hidup berkoloni, tidak mengenal konsep semacam diskriminasi kaya-miskin atau perebutan kekuasaan, dan di antara mereka terdapat pembagian kerja yang sempurna.
Semut tak dapat hidup sendirian, karena semut hanya bisa hidup dalam kelompok. Semut tidak bisa membangun sarang, mencari makan untuknya dan keluarganya, menjadi penjaga pintu, prajurit, pekerja, atau perawat larvanya sendiri. Begitu pula manusia sebagai makhluk sosial.
Semut juga dikenal sebagai makhluk yang suka tolong-menolong. Menurut teori Darwin, setiap makhluk hidup berjuang untuk kelangsungan hidupnya sendiri. Karena dengan membantu makhluk lain, relatif akan mengurangi peluang kelangsungan hidupnya. Perilaku ini mestinya bisa lenyap oleh evolusi jangka panjang. Namun, telah terbukti bahwa makhluk hidup rela untuk berkorban. Contohnya, koloni yang terbentuk dari individu-individu yang mau berkorban demi kepentingan kelompok akan lebih sukses dalam evolusi daripada koloni yang terbentuk dari individu-individu yang egois.
Buktinya, jika koloni semut mengalami paceklik, semut pekerja segera berubah menjadi semut pemberi makan dan mulai memberi makan sesamanya dengan partikel makanan dalam perut cadangannya. Bila koloni kelebihan makanan, mereka kembali menjadi semut pekerja. Sehingga koloni semut tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sementara itu, manusia belum berhasil memerangi kelaparan di dunia, padahal semut dapat menanganinya dengan mudah.
Selain itu, yang perlu kita pelajari dari semut adalah kerjasama mereka. Misalnya, dalam perilaku spesies semut pekerja yang disebut Lasius emarginatus. Spesies ini memiliki afiliasi yang menarik. Kegiatan kelompok empat semut pekerja yang bekerja dengan tanah ini terus berlanjut saat mereka terpisah dari kelompok yang besar. Contoh lainnya, ketika semut api terpisah dari kelompoknya oleh rintangan tipis, mereka mencoba mencapai anggota lainnya dengna menusuk penghalang ini.
Nah, apa salahnya kita mulai memperhatikan lingkungan. Contoh pekerjaan dan perilaku makhluk hidup lainnya. (tapi yang baik-baiknya aja lho)

Jumat, 04 Juli 2008

Putra-putri untuk Bangsa

Jika kita melihat lagi nilai-nilai perjuangan para pahlawan bangsa terdahulu, banyak hal yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti sikap rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara serta megutamakan persatuan dan kesatuan sebagai wujud cinta tanah air.
Kita selaku generasi penerus, dituntut untuk bekerja kelas, belajar dengan sungguh-sungguh agar kita menjadi mampu bedikari dan tidak menggantungkan diri kepada pihak lain. Sebagai putra-putri Indonesia, sudah sepatutunya kita berupaya menjadi manusia berkualitas, berdedikasi tinggi, bersikap patriotisme, jujur, dan setia terhadap bangsa dan negara, sebagaimana telah ditunjukkan ileh para pejuang kita dahulu untul memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Masa depan Indonesia ada di tangan kita. Mari ita bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa. Kita bantu pemerintah untuk mensukseskan "Indonesia Bangkit-Indonesia Bisa". Hidup putra-putri Indonesia!

Rabu, 02 Juli 2008

Indonesia Negeri Terjajah

Mengapa Indonesia menjadi sasaran para penjajah? Banyak jawaban atas pertanyaan tersebut.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sekali kekayaan alam, baik kekayaan daratan maupun lautan.
Hal inilah penyebab pertama Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Mereka tertarik dengan kekayaan alam Indonesia yang berlimpah. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk menjajah Indonesia.
Bangsa lain saja tertarik akan kekayaan Indonesia, mengapa kita sebagai bangsa Indonesia tidak berusaha untuk mengeksporasi dan mengeksploitasi kekayaan alam negeri sendiri? Ini artinya bangsa Indonesia masih dijajah oleh kebodohan dan kemalasan.
Selain itu, faktor lainnya adalah keadaan rakyat yang belum bersatu. Penyerangan-penyerangan secara kedaerahan seolah tidak berarti apa-apa dihadapan senjata-senjata modern para penjajah. Sehingga penjajahan terhadap Indonesia terus berlanjut.
Namun akhirnya rakyat Indonesia mulai menyadari pentingnya persatuan. Akhirnya mereka bersatu dan melakukan perlawanan. Hasilnya? Ya, Indonesia merdeka.
Bersatu. Sering kita ucapkan, tapi kita belum memaknainya. Bersatu zaman dahulu dan bersatu zaman sekarang tidaklah sama. Dengan ikut unjuk rasa dan melakukan tindakan anarkis dianggap sudah bersatu memperjuangkan hak rakyat? Daripada begitu, mengapa tidak melakukan hal-hal yang lebih berguna? Kita bisa saja bersatu membentuk panitia bakti sosial, bersatu melestarikan lingkungan hidup, bersatu meningkatkan prestasi Indonesia di mata dunia, bersatu menjadikan Indonesia sebagai negara maju, bersatu melawan korupsi, dll.
Banyak hal yang lebih bermanfaat daripada bersatu melawan pemerintah dengan anarkis, bersatu membela kawan dalam tawuran, dan apa lagi?
Bukankah hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih dijajah oleh keegoisan dan merasa dirinya selalu benar?
Kembali pada Indonesia merdeka. Sebenarnya Indonesia masih belum merdeka dalam arti lain. Sekarang, Indonesia dijajah oleh produk-produk luar negeri. Ini disebabkan karena kebanyakan menganut prinsip westernisasi, yaitu lebih mengagungkan produk atau budaya luar daripada bangsa sendiri. Tampak sekali kurangnya rasa cinta terhadap negeri sendiri. Inikah sebabnya produk-produk lokal kalah bersaing di pasaran? Cara mengatasinya? Tidakkah lebih baik jika para pengusaha Indonesia dibantu untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan mutu produknya? Bisakah kita mulai belajar untuk mencintai produk bangsa?
Apakah Indonesia juga harus dikatakan telah dijajah oleh ketidakpercayaan diri dan ketidakmampuan berkarnya?
Nah, apa tindakan kita untuk bebas dari penjajahan?